Oleh: Sri Widiyastuti*
Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Ibrahim a.s tidak pernah berbohong kecuali tiga kali. Pertama, perkataannya ketika diajak untuk beribadah kepada berhala tuhan mereka dan Ibrahim a.s menjawab, 'Sesungguhnya aku sakit'. Kedua, perkataannya, 'Sebenarnya patung besar itutah yang melakukannya'. Ketiga, perkataannya tentang Sarah, 'Sesungguhnya dia saudariku'." (HR Bukhari)
Cinta merupakan fitrah yang telah ada sejak manusia diciptakan oleh Allah. Cinta pertama yang Allah tanamkan dalam diri manusia adalah beriman kepada Allah SWT ketika ditiupkannya ruh pada janin usia 4 bulan. Cinta pada Allah di atas segala-galanya akan mengekalkan cinta manusiawi.
Sebagaimana cintanya seorang khalilullah, Ibrahim alaihisalam. Cinta kepada Allah menjadikan cintanya pada istrinya Sarah, cinta yang bukan hanya semusim. Cinta yang bukan hanya lahir dari kecantikan fisik tetapi juga kecantikan batiniah Sarah. Mereka berjuang demi cinta sampai ajal menjemput dan bersama-sama meraih Jannah-Nya.
Masa Muda Ibrahim
Nabi Ibrahim dikenal sebagai bapaknya para nabi. Dikenal juga sebagai Abul Adyan (bapak agama) dan termasuk ke dalam Nabi dengan julukan
Ulul Azmi. Nabi Ibrahim a.s lahir pada zaman pemerintahan Raja Namrud yang zalim di negeri Babylon yang subur. Menjelang kelahirannya, Raja Namrud bermimpi ada seorang pemuda yang akan menggulingkannya dari kekuasaannya. Maka dicarilah semua bayi laki-laki untuk dibunuh.
Ibunda Nabi Ibrahim saat itu sedang mengandungnya, beliau sangat ketakutan dan bersembunyi di dalam gua. Nabi Ibrahim pun lahir dan tumbuh besar di dalam gua itu dalam pengawasan Allah SWT. Ia disusui dan diasuh oleh ibundanya di dalam gua.
Sejak kecil, Nabi Ibrahim seorang anak cerdas yang gemar memikirkan alam ciptaan Allah. Ketika ia ditinggalkan oleh ibundanya ke kota mencari makanan, ia mengintip dari celah batu yang menutupi gua dan takjub akan keindahan alam di luar gua yang begitu luas.
Ia memikirkan siapakah yang menciptakan alam semesta, menumbuhkan tumbuhan dan buah, menghidupkan binatang, menempelkan bintang kelap-kelip di malam hari, menyinari matahari dan bulan? Semakin besar, bukan hanya alam semesta yang dipikirkannya, ia pun memikirkan Dzat yang menciptakannya.
Itulah kehebatan Nabi Ibrahim a.s, meskipun ia tanpa didikan seorang guru atau pengasuh ia mampu mempergunakan akalnya untuk mengambil ilmu pengetahuan dan keyakinan dalam dirinya kepada Allah. Sampai Allah di dalam Al Qur’an memberikan salam kepadanya,
“Salamun ala Ibrahim”.
Setelah Ibrahim remaja, isu tentang pembunuhan kepada bayi laki-laki, lambat laun hilang. Ia pun keluar dari persembunyiannya dan berbaur dengan penduduk Babylon. Ayahnya seorang pemahat berhala. Ia sering dipaksa untuk menjajakan berhala-berhala itu di pasar. Orang pertama yang mendapat dakwah dari Nabi Ibrahim adalah ayahnya. Sejak itu, ia mulai menunjukan ketidaksukaannya kepada para penyembah berhala dengan cara menghancurkan berhala-berhala dan berdakwah kepada ayahnya.
Hal itu menimbulkan pertentangan Nabi Ibrahim dengan ayahnya. Nabi Ibrahim pun ditangkap dan disiksa oleh Raja Namrud dengan dibakar hidup-hidup, tetapi Allah melindunginya dari kobaran api. Sebaliknya Raja Namrud dan tentaranya mati di serang oleh tentara nyamuk.
Masa Muda Sarah
Masa muda Sarah, istri Nabi Ibrahim tidak banyak diceritakan di dalam sejarah Islam. Ia hanya diceritakan sebagai seorang gadis yang sangat cantik jelita putri pamannya. Ia tinggal di negeri Syam.
Pertemuan Nabi Ibrahim dan Sarah
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim pergi ke negeri Syam bersama seorang anak saudaranya, Luth . Mereka berencana akan bertemu dengan paman Nabi Ibrahim. Ketika sampai di rumah pamannya, Nabi Ibrahim melihat seorang gadis. Nabi Ibrahim pun bertanya,
“Siapakah gadis itu, Paman?” tanyanya.
“Itu putri Paman, Ibrahim. Sarah namanya.” Sambil menjawab, dimintanya Sarah mengambilkan minuman untuk Nabi Ibrahim dan keponakannya.
“Belum ada wanita cantik yang memiliki kecantikan seperti Hawa hingga saat ini selain Sarah.” Kata Nabi Ibrahim seperti menggumam. Melihat sopan santun Sarah kepada kedua orang tuanya, Nabi Ibrahim begitu tertarik. Ia tidak hanya melihat kecantikan fisik dari Sarah, tetapi juga kecantikan batiniahnya yang salehah.
Paman Nabi Ibrahim melihat ia tertarik pada putrinya, Sarah. Akhirnya Nabi Ibrahim pun dinikahkan dengan Sarah dan menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis, sakinah mawadah.
Ujian Pertama di Awal Pernikahan
Ujian pertama di awal penikahan mereka adalah ketika Nabi Ibrahim dan istrinya hijrah ke negeri Mesir. Saat itu Mesir sedang diperintah oleh seorang raja yang zalim dan suka berpesta pora. Ia juga seorang penyuka wanita cantik. Setiap melihat wanita cantik, maka timbul hasrat ingin memilikinya. Nama raja tersebut 'Amr bin Amru' Al-Qais bin Mailun.
Uniknya, jika ia bertemu dengan wanita yang sudah menikah, maka ia akan meminta suaminya untuk menceraikan istrinya. Tetapi, jika wanita itu saudara dari orang yang ia kenal, maka ditinggalkan.
Kehadiran Nabi Ibrahim dan istrinya ke kota Mesir, terlihat oleh seorang prajurit kerajaan. Dilaporkanlah oleh prajurit itu, bagaimana fisik dari Sarah. Raja zalim itu pun tertarik dan memanggil Nabi Ibrahim dan istrinya ke kerajaan.
Singkat cerita, raja begitu terpesona melihat kecantikan Sarah yang tiada bandingannya. Dengan mata yang berbinar-binar nakal, raja pun bertanya pada Nabi Ibrahim.
“Ibrahim, siapakah wanita yang bersamamu?” tanyanya sambil terus memandang wajah Sarah yang cantik jelita.
“Dia saudara perempuanku,” jawab Nabi Ibrahim mantap. Nabi Ibrahim berbisik kepada istrinya, agar mereka sepakat bahwa mereka adalah bersaudara. “Jangan kaukatakan bahwa kau adalah istriku agar kau selamat. Katakanlah kau adalah saudariku. Demi Allah di bumi ini hanya kita berdua yang mukmin!” Sarah gamang, tetapi menganggukan kepalanya tanda setuju.
Raja zalim itu kecewa dengan jawaban Nabi Ibrahim, ia pun mendekati Sarah. Sarah ketakutan dan berdoa kepada Allah. Raja itu pun merasa lehernya tercekik dan kakinya menghentak-hentakan kaki ke bumi seperti orang yang akan mati. Melihat itu Sarah ketakutan dan berdoa lagi.
“Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!” Raja itu pun sembuh seperti sediakala dan mencoba mendekati Sarah lagi. Sarah pun berdoa kembali dan kejadian itu terulang hilang tiga kali.
Raja sangat ketakutan dan kemudian menyuruh pengawalnya membawa Sarah kembali kepada Nabi Ibrahim. Ia pun berteriak kepada pengawal yang membawa berita kedatangan Nabi Ibrahim.
“Demi Tuhan, pasti setan yang kaukirim kepadaku. Kembalikanlah ia kepada Ibrahim dan beri dia seorang hamba sahaya!”
Nabi Ibrahim dan Sarah pun selamat dari kezaliman raja. Mereka keluar dari kerajaan dengan membawa seorang hamba sahaya bernama Hajar. Seorang gadis muda cantik berkulit hitam yang cerdas.
Nabi Ibrahim tinggal di Mesir sebagai petani, peternak dan berdagang. Kemajuan usahanya membuat iri dan resah penduduk setempat. Akhirnya Nabi Ibrahim dan keluarganya kembali ke Palestina agar tak menimbulkan fitnah lebih besar.
Ujian Kedua Pernikahan
Bertahun sudah Nabi Ibrahim dan Sarah bersama. Tetapi sang buah hati belum juga hadir. Ada rasa kerinduan dari kedua jiwa ini. Sarah melihat dirinya sudah beranjak tua, begitu juga dengan suaminya. Ia paham betul, suaminya adalah seorang juru dakwah yang diutus oleh Allah untuk ummatnya. Siapa nanti yang akan menjadi pewaris dakwah suaminya jika tidak ada anak.
Ia pun berpikir realistis. Ia menaruh harapan kepada Hajar. Selain cerdas, ia juga wanita salehah hasil didikan langsung dari tangannya dan suaminya.Sarah akhirnya membujuk suaminya untuk menikahi Hajar. Harapannya akan lahir seorang anak dari rahim Hajar. Walaupun berat, ia mau berbagi suami dengan Hajar, budak yang diterimanya dari raja Mesir.
Nabi Ibrahim pun menikah dengan Hajar. Tak lama kemudian Hajar pun hamil. Tetapi ia tidak ingin melukai perasaan sarah. Hajar pun menyembunyikan kehamilannya dari Sarah dengan memakai setagen .
Tetapi, kehamilan tidak dapat disembunyikan lagi. Sarah pun akhirnya mengetahuinya. Dikabarkannya kepada Nabi Ibrahim perihal kehamilan Hajar. Sarah melihat kebahagiaan di mata suaminya bilamana mengetahui Hajar mengandung anaknya. Sarah sangat bahagia sekali. Meskipun ia iri pada kehamilan Hajar, tetapi kebahagiaan suaminya adalah lebih dari segalanya. Ia simpan semua rasa cemburunya dan hanya menumpahkan keluh kesahnya hanya kepada Allah.
Cemburu karena Cinta
Saat melahirkan pun tiba. Hajar melahirkan seorang anak laki-laki yang di beri nama Ismail. Sarah membantu proses persalinannya. Mereka begitu bahagia, terutama Nabi Ibrahim. Ia sangat bahagia sekali akhirnya ia memiliki seorang putra dari istrinya, Hajar.
Sepanjang hari, Nabi Ibrahim menemani Hajar menyusui putranya. Mengasuh dan mendidik putranya dengan kasih sayang seorang bapak. Mereka terlihat tertawa bersama melihat kelucuan-kelucuan bayi Ismail.
Sarah begitu cemburu melihat kebahagiaan mereka. Sebagai wanita dan manusia biasa, ia merasa diabaikan oleh Nabi Ibrahim. Ia merasa terganggu dengan kehadiran putra Hajar. Ini bisa dipahami karena bertahun Sarah menikah dengan Nabi Ibrahim, tetapi belum dikaruniai anak seorang pun. Hatinya dibakar api cemburu. Ia pun membujuk Nabi Ibrahim untuk memisahkannya dari Hajar dan putranya.
Nabi Ibrahim menolaknya dan mengeluhkan permintaan Sarah kepada Allah. Jawaban Allah sungguh mencengangkannya. Lewat wahyu yang datang dari Allah, Nabi Ibrahim akhirnya memenuhi permintaan Sarah.
Meskipun tidak mengetahui apa hikmah dari balik wahyu dari Allah, dengan membawa perbekalan secukupnya mengajak Hajar dan Ismail menuju bukit Safa yang gersang dan tandus. Padang pasir yang terletak di kota Mekkah yang jauh dari pemukiman penduduk. Tidak mustahil banyak terdapat binatang buas di tempat tersebut. Tetapi dengan penuh ketaatan dan kesabaran berangkatlah Ibrahim menghantarkan isteri dan puteranya ke tempat tersebut, kemudian meninggalkan mereka berdua.
Nabi Ibrahim kemudian kembali ke Palestina menemui Sarah dengan perasaan bersedih. Sepanjang perjalan, ia berdoa kepada Allah agar Hajar dan putranya mendapat perlindungan dan penjagaan dari Allah SWT.
Akhir yang Berbahagia
Bertahun kemudian, setelah Nabi Ibrahim telah beranjak tua , begitu juga dengan Sarah, mereka kedatangan dua orang tamu tak diundang. Mereka adalah malaikat yang diutus oleh Allah untuk mengucapkan selamat kepada mereka berdua. Nabi Ibrahim pun menjamu mereka dengan daging anak sapi panggang.
“Selamat ya, Ibrahim,” kata malaikat kepada Nabi Ibrahim. Seraya menolak jamuan dari Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menjadi ketakutan.
“Janganlah takut, Ibrahim. Kami adalah malaikat-malaikat yang diutus kepada kaum Nabi Luth,” jelas malaikat Allah dan tersenyum kepada Sarah.
“Kami sampaikan kabar gembira dari Allah, istrimu akan melahirkan seorang anak (Ishaq) dan seorang anak lagi (Ya’qub).” Jelas malaikat.
“Sungguh mengherankan apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua juga? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh,” kata Sarah dengan nada tak percaya.
“Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” Kata malaikat menjawab keheranan Sarah.
Nabi Ibrahim pun hilang rasa takutnya berganti dengan rasa bahagia. Kedua anaknya dari Sarah pun akhirnya menjadi nabi, yaitu Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub. Berkat ketaatan mereka berdua kepada Allah, akhirnya Sarah pun mendapatkan anak di usianya yang telah senja. Jika Allah telah berkehendak, semua yang tidak mungkin akan terjadi.
Nabi Ibrahim dan Sarah di usia senjanya, akhirnya memiliki dua anak sekaligus. Sungguh kecantikan fisik saja tidak cukup tanpa kecantikan batiniah. Nabi Ibrahim dan Sarah hidup bahagia. Nabi Ibrahim pun tidak pernah melupakan Hajar dan Ismail. Mereka hidup bersama dalam kebahagiaan dan saling mencintai karena Allah.#
Referensi:
1. http://perindusyahidfillah.blogspot.com/2011/11/kisah-nabi-ibrahim-sempena-aidil-adha.html
2. http://nurulimankehidupan.blogspot.com/2011/09/kisah-nabi-ismail-as.html
3. http://andikafajar56.blogspot.com/2011/02/kisah-nabi-ibrahim-as-dan-siti-sarah.html
*Sri Widiyastuti. Penulis adalah Ibu dari 5 orang anak yang kini tinggal di Johor, Malaysia. Aktifitasnya selain sebagai ibu rumah tangga, ia juga seorang penulis lepas (momwriters).